Limbah Sampah Terbesar Di Indonesia

Limbah Sampah Terbesar Di Indonesia

Pengolahan Sampah di ITS dilakukan dengan prinsip 3R yaitu Reuse, Reduce, dan Recycle. Prinsip 3R diimplementasikan melalui pengurangan penggunaan bahan sekali pakai, drop box E-waste, pemilahan sampah.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Muhammad Reza Cordova mengatakan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik ke-2 terbesar di dunia. Hal tersebut telah diungkap juga dalam riset Jambeck (2015).

"Indonesia penghasil sampah plastik nomor 2 terbesar di dunia. Nomor satunya China," kata Reza dalam acara Media Lounge Discussion di Gedung BRIN, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2024).

Namun, sejauh pengamatan Reza dan peneliti lainnya kondisi pengelolaan sampah di Indonesia dan Cina masih jauh berbeda. Bahkan ia ragu bahwa Indonesia-lah yang menjadi penyumbang sampah terbesar pertama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebetulan saya baru pulang dari Cina bulan lalu, setelah tiga bulan ada di sana, tapi saya lihat tidak separah di Indonesia ya. Jangan-jangan kita yang nomor satu," ungkapnya.

Produsen Pengelola Sampah di RI Masih Sedikit

Reza melihat produsen yang mengelola sampah menjadi produk di Indonesia masih sedikit. Jumlahnya tak sebanding dengan total sampah yang ada.

"Pengelolaan sampah menjadi produk baru di Indonesia belum sekuat di luar negeri. Karena kebanyakan teman-teman yang ada di NGO (non government organization) dan yang peduli dengan sampah seringkali melihatnya dari segi industri, ini untung atau tidak," kata Reza.

Selain itu, menurut Reza masih ada stigma di masyarakat yang mengatakan bahwa produk dari daur ulang sampah berbahaya bagi kesehatan. Mereka juga banyak yang berpikir apakah produk hasil recycle ini akan mencemari lingkungan kembali atau tidak.

"Menurut saya, itu adalah langkah awal yang sangat bagus. Paling tidak sampai 5-10 tahun ke depan," kata Reza.

Ia dan pihak BRIN sejauh ini telah melakukan berbagai riset soal potensi dari sampah plastik ini. Ia berharap pemerintah dan pihak lain bisa turun tangan dalam membantu mengurangi jumlah sampah di Indonesia.

"Kita melakukan riset, dari hasil riset yang ada misalnya dari bidang oseanografi itu kita melihat berapa banyak jumlah sampah dari daerah mana sih dari provinsi mana sih, lalu data tersebut kami berikan ke pemerintah di daerah tersebut," pungkasnya.

This laboratory was built to meet the demands and challenges of waste and hazardous waste management problems in Indonesia. Apart from carrying out academic and research activities, in accordance with the Catur Dharma of Universitas Islam Indonesia, this laboratory also provides services to external parties in analytical services related to its competencies. This laboratory will be equipped with modern equipments, experienced analysts and technicians, supported by research staffs who specialized in the field of waste and hazardous waste management.

It is important to carry out analysis and characterization of solid/sludge and hazardous waste with multiple targets, namely: – Knowing the composition and initial characteristics of waste – Knowing the possibility of treatment and recycling potential – Knowing the handling treatment that should be carried out – Predicting the impact of waste and hazardous waste handling on humans and the environment

Apart from efforts to reduce waste before it is formed, in general waste handling includes:

These activities can have an impact on the waste itself as well as on humans and the surrounding environment. This requires laboratory analysis, such as:

Provision of Consulting Services

Apart from providing laboratory services, this laboratory also provides consulting services to answer various problems in handling solid and hazardous waste in a more comprehensive manner, with the support of reliable facilities and human resources. Consulting services can take the form of analysis of management alternatives and impacts:

Laboratory Equipments

Laboratory Equipments

- Banyak yang mengira sampah dan limbah tidak berbeda karena sama-sama kotor. Jangan salah, sampah dan limbah berbeda jauh, dengan tahu maknanya diharapkan orang bisa lebih paham mengelola sampah atau limbah.

Ketika menemukan sampah atau limbah, kesulitan pertama yang terjadi adalah susahnya membedakan sampah atau limbah khususnya di kalangan industri. Belum lagi masalah limbah yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Khusus limbah B3 terdapat peraturan perundangan yang mengaturnya lebih spesifik. Sedangkan mengenai sampah baru-baru ini terdapat peraturan perundangan yang mengikat, setelah sekian lama tidak ada sistem pengelolaan sampah yang semakin menumpuk di seluruh area negara ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada kenyataannya sampah dikenal di lingkungan rumah tangga, sedangkan limbah dikenal di lingkungan industri. Memang anggapan ini benar sesuai dengan pengertian harafiah berdasarkan peraturan perundangan lingkungan.

Dilansir dari Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang sampah dan limbah dapat dibedakan sebagai berikut:

"Dengan adanya pengertian tersebut maka kita dapat dengan mudah melakukan identifikasi antara sampah dan limbah, ke depannya kita dapat lebih memahami dan melakukan pemilahan sampah dan limbah dengan baik dan benar," bunyi siaran pers Family Environmental Edutainment, Jumat (23/7/2010).

Intinya baik sampah atau limbah harus dapat dikelola dengan baik dan benar sehingga meminimalisasi adanya sampah dan limbah di area TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Maka buatlah sampah menjadi suatu yang berharga. Jangan hanya berpikir sampah menjadi kotoran yang tidak berarti, bahan cemoohan, bahan tontonan atau bahkan menjadi bahan komplain.

Acara Family Environmental Edutainment yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan Cibubur 23 Juli 2010, pukul 09.00 - 16.00 WIB akan mengajak masyarakat mengikuti pelatihan dan workshop kompos, kreasi barang bekas, kalkulator jejak karbon, pembutan lubang resapan biopori, merancang rumah sehat ramah lingkungan, daur ulang kertas dan lainnya.

This study aims to look at the form of the implementation of environmental education in the form of utilization of household waste (inorganic). nvironmental education is a process arbitrarily person to conduct environmental stewardship for sustainable survival. The increasing volume of waste requiring serious treatment of the waste management. Waste management does not use methods and techniques that are environmentally friendly waste management than would be a negative impact on health will also be very disruptive both residential environmental preservation, forest, rice fields, rivers and oceans. One of the forms of waste is household waste in the form of garbage anorgnik. This litter is very dangerous for health and the environment because it is made from inorganic sources of non-renewable natural and contains no chemicals, but its existence is only glimpsed one eye. Utilization of inorganic waste is one that can be done by the whole society to preserve the environment. This research is a descriptive study and a review of the literature. This study hopes to sustainable environmental education is expected to contribute knowledge to all levels of society on the importance of inorganic waste.

utilization of household waste, inorganic waste, implementation, environmental education

Azwar Azrul. 1986. Pengantar Ilmu kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Ismoyo IH. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

Miles. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Diterjemahkan oleh tjetjep rohendi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Moleong. L. J. 2004. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nitikesari, Putu Ening. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Sampah Secara Mandiri di Kota Denpasar. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.

Sutopo, Heribetus. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar Teorotis dan Praktis. Surakarta: Pusat Penelitian UNS.

Sutoyo, Bagong. 2013. Fenomena gerakan mengolah sampah. Jakarta: Pusat Komunikasi publik kementrian pekerjaan umum.

Tim Penulis PS. 2008. Penanganan pengolahan sampah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Undang-Undang No.23 Tahun.1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

https://www.google.co.id/search?q=definisi+limbah&hl=id#hl=id&q=definisi+sampah&s

tart=10. 6 Agustus 2013.

Kantong plastik menjadi isu pembicaraan penting akhir-akhir ini di dunia pengelolaan sampah. Harganya yang murah, gampang ditemukan, dan mudah digunakan membuat kantong plastik telah menjadi bagian dari hidup manusia. Hampir semua kemasan makanan dan pembungkus barang dan makanan menggunakan plastik dan kantong plastik. Belum lagi plastik untuk kebutuhan lain seperti peralatan dan perabotan rumah tangga, mainan anak-anak, alat olahraga, peralatan elektronik maupun medis, dan sebagainya.

Plastik baru secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20. Namun  penggunaannya berkembang secara luar biasa dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta ton/tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005. Plastik menjadi primadona karena beberapa sifatnya yang istimewa yakni, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan; bobotnya ringan sehingga bisa menghemat biaya transportasi; tahan lama; aman dari kontaminasi kimia, air dan dampaknya; aman sebagai kemasan barang maupun makanan; dan tahan terhadap cuaca dan suhu yang berubah; dan yang lebih penting lagi adalah harganya murah.

Fenomena booming sampah plastik telah menjadi momok yang menakutkan di setiap belahan bumi. Tidak saja di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Jepang. Saat ini penggunaan material plastik di negara-negara Eropa Barat mencapai 60kg/orang/tahun, di Amerika Serikat mencapai 80kg/orang/tahun, sementara di India hanya 2kg/orang/tahun.

Akibat sampah plastik yang memerlukan ratusan bahkan ribuan tahun untuk terurai kembali ke bumi, 57 persen sampah yang ditemukan di pantai berupa sampah plastik. Sebanyak 46 ribu sampah plastik mengapung di setiap mil persegi samudera bahkan kedalaman sampah plastik di samudera pasifik sudah mencapai hamper 100 meter. Bahkan menurut catatan lebih dari 1 juta burung dan 100 ribu binatang laut

Di Indonesia, menurut data statistik persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5.4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah. Dengan demikian, plastik telah mampu menggeser sampah jenis kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga dengan jumlah 3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi sampah.

Menurut laporan Environmental Protection Agency (EPA) US, di Amerika saja, produksi sampah plastik meningkat dari kurang dari satu persen pada tahun 1960 menjadi 12 persen atau sekitar 30 juta ton pada 2008 dari jumlah total produksi sampah domestik negara ini. Kategori sampah plastik yang terbesar berasal dari kemasan dan wadah seperti; botol minuman, tutup botol, botol sampo dan lainnya. Jenis sampah plastik juga ditemukan pada jenis barang plastik yang penggunaanya bertahan lama seperti pada peralatan perlengkapan dan perabotan, dan barang plastik yang penggunaannya tidak bertahan lama seperti, diaper, kantong plastik, cangkir sekali pakai, perkakas, dan perlengkapan medis.

Sementara itu, Inggris memproduksi sedikitnya 3 juta ton sampah plastik setiap tahun. Sebanyak 56 persen dari jumlah tersebut berasal dari kemasan, dan 75 persen (dari persentase kemasan) berasal dari sampah rumah tangga. Sampah kantong plastik yang dihasilkan oleh Kota Jakarta saja dalam sehari mencapai 1.000 ton. Sampai saat ini belum ada pengelolaan khusus sampah plastik di tingkat kota. Namun pemulung memiliki peran yang sangat penting dalam mata rantai daur ulang sampah plastik yang dilakukan secara informal. Namun seiring dengan produksi plastik yang meningkat tajam dari tahun ke tahun, kemampuan mendaur ulang Amerika juga menunjukkan kondisi yang sangat memuaskan. Saat ini, 80 persen masyarakat di sana telah memiliki akses pada kegiatan daur ulang plastik. Ini seiring pertumbuhan bisnis daur ulang yang meningkat, tercatat lebih 1.600 unit usaha terlibat  dalam daur ulang plastik sehingga berbagai jenis plastik bisa didaur ulang.

Selain memperkenalkan kegiatan daur ulang plastik, ilmuwan juga terus dipicu untuk bisa mencari alternatif lain bahan pengganti plastik konvensional.  Maka saat ini mulailah diperkenalkan plastik ramah lingkungan, degradable plastic, biodegradable plastic, atau bio plastik di tengah masyarakat. Di Jakarta, tiga produsen baru-baru ini memperkenalkan dirinya memproduksi plastik ramah lingkungan di Indonesia. Ketiganya memiliki produk yang berbeda tapi fokus produknya sama yakni, menyediakan alternatif kantong dan kemasan plastik yang ramah lingkungan.(InSWA)

Dana Pengelolaan Sampah di Daerah Belum Jelas

Menurut Reza rata-rata program pengelolaan sampah di beberapa daerah banyak terhenti. Masalahnya karena pergantian kepemimpinan kepala daerah dan sejenisnya.

"Kita dari pusat sudah mengkaji seperti ini dan menduga implementasinya seperti ini, tapi tidak terealisasi karena pemerintah daerahnya kurang optimal," kata Reza.

Selain itu, hal yang menjadi sorotan lain Reza adalah belum jelasnya dana pengelolaan sampah di setiap daerah. Sehingga, menjadi tantangan besar menurutnya dalam mengurangi sampah plastik secara nasional.

"Tidak ada anggaran untuk pengelolaan dan banyak masalah politis. Pernah beberapa kali kami menemui pemerintah daerah, mereka bilang sudah melakukan program ini itu tapi tak berlanjut di periode kepemimpinan berikutnya," kata Reza.

Maraknya Plastik Sekali Pakai

Reza mengungkapkan bahwa plastik sekali pakai menjadi penyumbang terbesar jumlah sampah di Indonesia. Keberadaannya sudah banyak ditemui di daratan hingga perairan.

"Lebih dari 60% plastik yang dihasilkan secara global termasuk oleh Indonesia itu adalah plastik sekali pakai contohnya botol air minum atau plastik pembungkus makanan," kata Reza.

Bahkan, menurut Reza sampah di Indonesia ikut mencemari daerah di luar negeri. Ia menemukan fakta bahwa sampah dari Indonesia telah berujung di Afrika Selatan hingga Madagaskar.

"Sampah Indonesia ini sebanyak kurang lebih 20% menuju Afrika Selatan dalam waktu satu tahun. Keluar dari Samudra Hindia sampai Samudra Pasifik," katanya.

Ia melanjutkan, "Sampah dari sungai Cisadane menuju madagaskar dalam waktu kurang 1 tahun atau 6 bulan saja," tutur Reza.